Morowali Utara

Top News


(Foto : pada saat pelaksanaan Pesta Woke di Kolonodale, November 1986)

ARTI WOKE
Woke adalah salah satu upacara hadat kematian suku Mori, yaitu untuk menghormati keluarga atau pahlawan yang telah meninggal dunia.
Woke artinya “menjadi” atau “terlepas”. Mengandung arti bahwa dengan adanya pesta Woke maka perkabungan telah dilepaskan.
Woke berarti juga upacara pemindahan tulang-tulang dari TOMBEA (kubur sementara) menuju ke TASIMA (Puuwasu) yakni kubur didalam gua-gua batu.
Upacara pemindahan tulang-tulang dari Tombea ke Tasima disebut : METASU.
Woke berlaku bagi umum (Bangsawan maupun dari kalangan masyarakat biasa) asalkan mampu mengadakan pesta dengan pembiayaan yang sangat besar.
Woke dapat dilaksanakan secara perorangan dan dapat juga secara kolektif (bersama-sama).
Woke bagi bangsawan dilaksanakan dengan membunyikan TOMBORI MOKOLE, sedangkan untuk rakyat biasa dibunyikan TOMBORI MPALILI.

BANGUNAN PESTA WOKE
TOMBEA (Kubur Sementara) : apabila seseorang meninggal dunia, maka mayatnya disimpan di Tombea. Jika seorang bangsawan atau tadulako, maka ditutupi dengan atap. Jika rakyat biasa, hanya dengan Tombea terbuka. Mayat-mayat yang berada di Tombea, disimpan dalam peti mayat berukir (untuk bangsawan) yang disebut SORONGA. Sedangkan untuk rakyat biasa, peti mayatnya tidak berukir dan disebut POLEBANGKA.

PEWUA : yakni sebuah bangunan yang berukuran 2 x 2 Meter, dibuat dinding keliling dengan kait putih yang disebut KULAMBU. Bangunan ini dimaksudkan untuk tempat tulang belulang orang meninggal yang disemayamkan sesudah dikumpulkan dari TOMBEA.

SI’E : adalah sebuah bangunan berukuran 2 x 2 Meter yaitu tempat menyimpan padi. Pada bagian bawah dibuat satu tingkat yang disebut PALAMPA. Disekitar SI’E merupakan pusat kegiatan (menumbuk padi, membuat MISA, memasak winalu dan sebagainya). SI’E melambangkan kesejahteraan, berarti arwah yang akan dihentar tersebut telah dipersiapkan dengan perbekalan yang serba cukup.

DOPI (arena tarian) : yang terdiri dari beberapa lembar papan berbentuk segi panjang (ukuran 16 x 12 meter). Disinilah dipertunjukkan tarian yang disebut LENSE, WAINDO, TINGKE, dan sebagainya.

LIASA : adalah sebuah bangunan yang berukuran 2 x 3 Meter, terletak ditengah-tengah arena DOPI, digunakan sebagai tempat menabuh gong dan gendang, saling bersahut-sahutan mengiringi gerak langkah tarian LUMENSE dan CAKALELE.

TIMBARATI : yakni sebuah bangunan yang berukuran 3 x 3 Meter, tempat menambatkan sejumlah kerbau yang akan dibantai oleh Tadulako yang sedang menggendong MISA/PASARU dan diiringi tarian LUMENSE. Jumlah kerbau yang akan dibantai adalah sejumlah orang meninggal yang sedang diupacarakan. Kerbau melambangkan kekuatan.

SOLIKA : yakni sebuah bangunan berukuran 2 x 3 Meter, dibuatkan dinding dengan kain putih yang dibawahnya seperti halnya PEWUA dan SI’E. Disinilah arwah diberi makan dengan Winalu yang kecil-kecil, daging goreng dan telur ayam. Makanan ini dimaksudkan sebagai persiapan terakhir bagi arwah untuk melanjutkan perjalanan, melintasi jalan lurus “TETEMELEMBO” menuju ke negeri arwah “TONUANA”.

TASIMA/PUUWASU (Gua Batu sebagai Kubur) : yaitu tempat menyimpan pasaru-pasaru dan tulang-belulang yang telah dimasukkan dalam guci ataupun peti kayu yang disebut TOLO’EA, bersama semua harta benda orang mati yang diberikan sebagai tanda kesayangan (misalnya tombak, pedang, perhiasan, dan lain-lain).

BANTAEA: adalah sebuah bangunan besar yang dibuat untuk tempat menjamu makan bagi para tamu.


PERSONIL DALAM PESTA WOKE

ONITU : yaitu beberapa orang laki-laki berpakaian hitam sebagai penjaga kubur/Tombea pada waktu siang dan malam. Makanan mereka setiap harinya diperoleh dengan cara sembunyi-sembunyi dari rumah-rumah tetangga. Hal ini tidak dapat dicegah walaupun sering diketemukan.

TONGGOLA : adalah tokoh wanita dalam masyarakat yang selalu bertugas untuk MEPOBINI (memungut tulang-tulang orang mati) sekaligus penjaga PASARU.

WURAKE MPU’U : Wanita-wanita yang telah dewasa setelah melalui upacara WURAKE (peremajaan). Mereka ini dianggap sebagai Seniwati didalam masyarakat.

TADULAKO : Sebagai pemimpin dalam masyarakat.

ROMBONGAN LENSE DOPI : Berjumlah ± 30 orang wanita penari. Pakaian mereka berwarna-warni yang cukup menarik (merah, kuning, hitam) yang merupakan warna ciri khas Mori dan dihiasi manik-manik. Warna hitam melambangkan kedukaan. Dikepala mereka memakai PASAPU.

ROMBONGAN TENGKE DOPI : Berjumlah ± 30 orang pria dan wanita. Pria memakai baju warna biru laut dan celana warna merah yang dihiasi dengan manik-manik. Dikepala mereka memakai SANGGORI dan LAELAKU (bulu ayam jago), unte, talisi-lisi dari kain laken berwarna kuning dan berumbai-rumbai (sukalati). Dilengan mereka memakai KIMA (buso), memakai ikat pinggang dari kain berwarna kuning emas yang disebut GILI. Dikaki mereka memakai SUNGGARE (giring-giring).
Wanita memakai baju berwarna kuning, kain sarung berwarna merah yang dihiasi dengan manik-manik. Dikepala mereka memakai SIRA.

PENABUH GONG DAN GENDANG : Terdiri dari pria yang menggunakan Pakaian Hadat.


PELAKSANAAN PESTA WOKE
Setelah para Tonggola selesai mepobini dan membungkus tulang-belulang pada kain putih, mereka menuju ke PEWUA/Serambi tempat persinggahan pertama setelah satu malam. PASARU/MISA dihiasi didalam KULAMBU dan diiringi dengan membunyikan TOMBORI.

Pada siang hari, Pasaru/Misa dibawah ke SI’E dan langsung ditempatkan pada PALAMPA yang dikelilingi dengan KULAMBU. Ditempat itu dijaga oleh para Tonggola.

Setelah tanda dimulai dengan bunyi gong, diserahkanlah Pasaru/Misa kepada WURAKE MPU’U sambil diiringi bunyi PONTOMBORI secara terus menerus. Para WURAKE MPU’U yang menggendong MISA berjalan dengan didahului oleh tiga orang Tadulako momaani (cakalele) dan rombongan LENSE DOPI naik keatas DOPI sambil menari Lumense. Gendang Pontombori diganti dengan gendang LENSE PONTOMBEI (Lense Dopi).

Selesai mengelilingi dengan dua kali putaran di arena Dopi, Wurake Mpu’u menyerahkan Misa/Pasaru kepada Tadulako Metida yang sudah siap menerimanya.

Sambil momaani (cakalele) dan menggendong Misa, Tadulako metida menuju ke PETIDA/TIMBARATI. Dengan tangan kiri ia memegang/menggendong Misa, dan tangan kanan menetakkan pedangnya pada kaki-kaki kerbau yang akan dibantai.

Selesai acara metida, Tadulako metida sambil momaani (cakalele) menuju Dopi dan menyerahkan Misa tersebut kepada Wurake Mpu’u. Sambil menari, Wurake Mpu’u menggendong Misa dan membawanya ke SOLIKA untuk ditempatkan disana.

Di Solika, para Tonggola menerima kembali Pasaru/Misa dari tangan WURAKE MPU’U dan langsung mendudukkan diatas tikar, serta memberi makan dengan hidangan yang telah disiapkan diatas dulang yang terdiri dari WINALU (nasi bungkus kecil-kecil), telur ayam, minuman, daging tanpa kuah. Lampu damar dinyalakan.

Sementara itu, acara diatas DOPI dilanjutkan dengan METINGKE. Rombongan Tingke naik keatas DOPI dan mulai MOWAINDO, yang syair-syairnya merupakan percakapan antara orang yang masih hidup dengan orang mati/arwah.

Setelah MOWAINDO, dilanjutkan dengan METINGKE MEWUWUKUI, yang syairnya merupakan nasihat-nasihat agar berperilaku yang baik disepanjang hidup ini. Selain itu, sering juga muncul syair-syair sindiran yang dapat menyinggung perasaan arwah, yang menjadikan arena DOPI menjadi sangat ramai.

Selesai acara TENGKE DOPI, dilanjutkan dengan acara menghentar MISA/PASARU ke TASIMA, dan acara ini disebut Motasu. Gendang dibunyikan, para Tonggola mengangkat Misa/Pasaru, lalu menyerahkan kembali kepada para Wurake Mpu’u. Tadulaku momaani (cakalele) didepan dan diikuti tiga orang Wurake Mpu’u yang maju menjemput Misa. Sambil menggendong Misa, ketiga Wurake Mpu’u berjalan menuju DOPI yang diiringi rumbongan lense dan melakukan tari-tarian. Dua kali mengelilingi DOPO, rombongan turun dari DOPI dan menuju Tasima yang didahului Tadulako momaani didepan rombongan. 
Barisan rombongan menuju Tasima, sebagai berikut :
  • Barisan momaani (cakalele) 3 orang Tadulako
  • 3 orang Wurake Mpu’u
  • Penabuh Gong dan Gendang berada disisinya
  • 3 orang Wurake menggendong Misa/Pasar
  • Rombongan Lense disebelah kanan Misa dan rombongan Tingke disebelah kiri Misa.
  • Rombongan Umum
Sepanjang perjalanan menuju Tasima, gong dan gendang terus dibunyikan, dengan maksud agar arwah yang dihentar itu tidak lagi mengganggu orang yang masih hidup.
Sementara Tadulako momaani (cakalele), para Tonggola masuk kedalam Tasima (Gua Batu) serta meletakkan Pasaru. Tulang yang telah dibungkus rapih diletakkan disana bersama barang-barang yang akan ditinggalkan, diisi dalam guci atau peti kayu yang disebut TOLO’EA.

Setelah selesai upacara peletakan Pasaru/Misa, para Tonggola keluar dari Tasima. Didepan Tasima, Tadulako sekali lagi momaani (cakalele), kemudian semua rombongan kembali menurut barisan menuju Bantaea tadi.

Sementara dalam perjalanan, rombongan ini dicegat oleh sekelompok penghadang, dan terjadilah “METUTUMBANSOLIKA” (saling lempar-lemparan dengan batang nenas hutan). Setelah beberapa menit peristiwa itu berlangsung, maka ternyata kelompok penghadang yang menang, berarti arwah yang telah dihgentar tadi tidak akan kembali lagi.

Pada malam hari dilanjutkan dengan pesta makan minum yang begitu meriah, orang saling siram-siraman dengan tuak dan lempar-lemparan dengan daging. Acara terakhir yaitu dengan MOWOLITE DOPI (membalikkan papan) tempat menari tadi. Dengan selesainya acara MOWOLITE DOPI, berarti seluruh tata upacara Pesta Woke dinyatakan selesai dan para undangan maupun para MANTAKO (pendatang yang tidak diundang) kembali kekampung masing-masing.

Tulisan ini merupakan cuplikan budaya “UPACARA HADAT KEMATIAN di WITA MORI” yang disusun oleh Himpunan Pengembangan Kebudayaan Wita Mori (HPKWM) untuk diserahkan pada Tim Shooting Wisata Budaya, dalam rangka pengembangan Kebudayaan Nasional.

Disusun di Kolonodale pada Oktober 1986

Penyusun :
S. Sane
S.Bambari
R. Monsangi, BA
Ten Marunduh
Tulisan ini kami khususkan untuk generasi muda Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat saat ini, banyak hal positif yang dapat dituangkan baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Begitu mudahnya kita diberikan kebebasan untuk berkreasi, berinovasi, menuangkan ide-ide terbaik untuk kemajuan daerah. Bahkan peninggalan sejarah dimasa lalu yang mungkin saat ini mulai usang, mulai hilang satu persatu dengan perkembangan zaman, dapat kita dokumentasikan melalui kecanggihan teknologi saat ini.

Sebut saja beberapa media sosial yang dapat menjangkau semua orang diseluruh dunia, Facebook, Blogger, Wordpress, dan masih banyak media sosial lainnya.
Jangan kita malas-malasan bahkan super cuek dengan perkembangan teknologi, tetapi haruslah kita terus mengikuti bahkan berperan didalamnya.

Salah satu contoh hasil karya orang-orang tua kita terdahulu, yang mempunyai tujuan untuk memperkenalkan budaya yaitu dengan menerbitkan SINOPSIS tentang “Upacara Hadat Kematian (Pesta Woke) di Wita Mori, Lumense Pahlawan, Tari Melere.”

Sinopsis ini diterbitkan pada Oktober 1986 oleh Himpunan Pengembangan Kebudayaan Wita Mori (HPKWM) yang pada saat itu diketuai oleh Bapak A. TAMAWIWI (Almarhum).
Camat Petasia pada waktu itu, Bapak Drs. Johny Badu, menyampaikan sambutan tertulis dan dimuat pada halaman pertama, mengatakan : “dengan adanya Sinopsis ini, bukanlah berarti bahwa daerah Wita Mori ingin menonjolkan sifat feodal dan kedaerahan yang sempit, tetapi sesungguhnya dengan terbitnya Sinposis ini, daerah Wita Mori akan menyatakan prinsip Bhineka Tunggal Ika, serta mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan adat kebiasaan yang mewajibkan kita tetap bersatu sebagai Bangsa Indonesia, karena persatuan dan kesatuan bangsa merupakan modal utama bagi Bangsa kita untuk maju serta mencapai cita-cita”.

Walaupun hanya dibuat dengan cara sederhana sesuai zamannya pada waktu itu, tetapi kami menilai bahwa ini adalah hasil karya yang sangat berharga. Kita yang belum tahu, menjadi tahu.
Tugas kita sekarang adalah bagaimana mempertahankan bahkan terus menyebarluaskan peninggalan budaya dari orang-orang tua kita terdahulu. Kita adalah pewaris budaya.
Ayo kita menggali peniggalan budaya daerah kita, dokumentasikan, publikasikan.

Tanpa berkarya, kita takkan berjaya.
Kita kuat, jika kita satu.

BERSAMBUNG PADA TULISAN BERIKUTNYA (Isi dari Sinopsis karya HPKWM)

Sebagai generasi yang ada di zaman sekarang ini, tentunya kebutuhan akan jaringan seluler yang disediakan oleh penyedia jasa provider, mulai dari SMS, Telepon, Internetan, menjadi dambaan kita semua. Tentunya yang didambakan adalah kualitas layanan yang maksimal, semua fasilitas layanan yang disediakan bisa dinikmati dengan sepuas-puasnya.
Mungkin di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, dan lain-lain, pengguna jasa layanan seluler bisa menikmati dengan begitu baik. Kualitas jaringan diperbaharui bahkan lebih ditingkatkan setiap saat, sesuai kebutuhan dengan melihat peninggkatan jumlah penggunanya.
Tetapi bagimana dengan yang ada didaerah-daerah lain?

Lewat tulisan ini, izinkan saya menyampaikan keluhan yang ada di daerah saya, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah. Kalau berbicara secara luas, se Kabupaten, mungkin terlalu panjang. Oleh karena itu saya lebih khususkan untuk wilayah Ibukota Kabupaten Morowali Utara yaitu Kolonodale.

Kolonodale adalah kota kecil yang sedang berkembang, merupakan ibukota Kabupaten Morowali Utara yang adalah Daerah Otonomi Baru. Saat ini sedang giat-giatnya berkembang untuk bisa setara ataupun mengejar ketinggalan dengan daerah lain yang sudah berkembang sejak lama. Salah satu fasilitas yang sangat dibutuhkan agar suatu daerah bisa berkembang adalah adanya alat telekomunikasi yang memadai. Jaringan seluler adalah satu-satunya alat utama yang sangat menunjang, dengan berbagai fasilitas yang disediakan, mulai dari SMS, Telepon hingga Internetan.

Dengan perkembangan saat ini, semua pekerjaan baik di Pemerintah Daerah maupun swasta, semuanya dituntut untuk serba Online. Untuk di Pemerintah Daerah yang saya ketahui, ada beberapa tugas-tugas pekerjaan yang diwajibkan untuk mengerjakannya secara Online. Sebut saja, e-Tendering, e-Budgeting, eLHKPN, aksi Pencegahan Korupsi, dana masih banyak lagi.

Kondisi Jaringan Seluler di Kolonodale
Untuk wilayah ibukota Kabupaten Morowali Utara (Kolonodale), saat ini tersedia 2 buah tower BTS yang dimiliki oleh salah satu operator seluler terbesar di Indonesia. Tower tersebut melayani Kota Kolonodale dan beberapa desa disekitarnya. Untuk kualitas jaringan, sangat buruk dan sangat tidak memuaskan. Sejak adanya tower BTS pada Tahun 2006 sampai sekarang ini, tidak pernah ada peningkatan kualitas layanan. Sementara, pengguna layanan ini setiap harinya bertambah.

Harapan kami sebagai pelanggan setia, kiranya pihak penyedia layanan seluler yang ada saat ini, bisa datang langsung dan membenahi perangkat yang ada di Kota Kolonodale.
Semoga tulisan ini juga dapat dibaca oleh semua pihak yang ada sangkut pautnya dengan masalah telekomunikasi, dan tentunya bisa mencari solusi sehingga keluhan-keluhan ini bisa teratasi. Butuh "perjuangan" untuk bisa posting tulisan ini
Traveloka merupakan sebuah perusahaan yang memberikan layanan pemesanan Tiket Pesawat dan Hotel secara online dengan terfokus pada perjalanan domestik di Indonesia. 
Siapapun yang sering melakukan perjalanan dengan menggunakan Pesawat Udara, pasti tidak asing dengan nama Traveloka. Sebuah Perusahaan yang oleh Ferry Unardi, Derianto Kusuma, Albert Zhang, didirikan sejak Tahun 2012. Mereka adalah lulusan Universitas ternama di Amerika dan pernah bekerja pada perusahaan besar yang ada disana. 
Kembali ke Indonesia, mendapat ide dan didirikanlah Agen Perjalanan Online ini yang telah banyak membantu serta memberikan kemudahan bagi penggunanya. 
Tulisan ini saya buat bukan hanya sekedar membantu promosi Traveloka ataupun menyebar berita yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, tetapi hal ini merupakan pengalaman pribadi yang telah saya rasakan. Dalam hal promosi, sepertinya Traveloka tidak membutuhkan bantuan seperti tulisan saya ini, karena sampai saat ini Traveloka merupakan Agen Perjalanan Online yang telah dikenal luas sampai ke daerah-daerah terpencil sekalipun.

Salah satu produk andalan yang akan saya ceritakan disini adalah Pesawat. Beberapa fasilitas yang begitu memanjakan konsumen yaitu : Fitur best price finder, 30 days refund guarantee, Easy Reschedule, Price Alert serta Flight Reminder.
Sedikit saya ceritakan, bahwa daerah tempat tinggal saya (Kolonodale, Kabupaten Morowali Utara) merupakan salah satu daerah otonomi baru yang mungkin belum dikenal oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Daerah saya terpencil di pelosok Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat udara, membutuhkan perjalanan kurang lebih 10 jam dari Kota tempat tinggal saya ke Palu (Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah), dimana terdapat Bandar Udara.
Walaupun demikian, untuk melakukan perjalanan dengan pesawat udara, tidaklah sulit bahkan sangat mudah walaupun daerah kami sangat jauh dari fasilitas agen pemesanan tiket pesawat seperti yang ada di kota-kota besar pada umumnya di Indonesia.
Hal ini tentunya dikarenakan dengan adanya Agen Perjalanan Online yang sangat terkenal saat ini yaitu Traveloka.

Pengalaman pertama saya menggunakan fasilitas yang ada di Traveloka berawal dari rencana perjalanan anak saya (umur 14 Tahun) yang sedang berada di Palu dan akan kembali ke tempat studi di Makassar. Saat itu saya kebingungan, karena anak saya tidak berani untuk mencari agen-agen penjualan tiket pesawat yang ada di Kota Palu. 
Kemudian saya mencoba dengan apa yang telah diceritakan teman-teman sebelumnya, bahwa Traveloka memberi kemudahan untuk semuanya itu. Saya kemudian mencari aplikasi Traveloka yang ada di Play Store, kemudian menginstalnya pada Smart Phone saya. Selanjutnya saya mencoba menjalankan aplikasi Traveloka, tidak dapat dibayangkan bahwa sangatlah mudah dan memberikan rasa percaya diri untuk dapat menggunakan aplikasi tersebut.

Hanya dalam waktu yang begitu singkat, tiket pesawat Palu-Makassar dengan pilihan tanggal dan jam sesuai yang diinginkan telah berada ditangan saya. Ada 2 pilihan untuk dapat menggunakan tiket itu, yaitu dengan mencetak email yang dikirim oleh Traveloka ataupun memperlihatkan SMS dari Traveloka tentang Ticket Booking yang ada.


Kemudian saya pun mencetak email (Ticket Booking) dan mengirimkan ke anak saya yang berada di Palu, setelah tiba hari pemberangkatan, anak saya ke bandara Mutiara Palu dan menyerahkan bukti Ticket Booking tersebut tanpa adanya kendala sedikitpun, kemudian diberikan Tiket Penerbangan Palu - Makassar. Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, anak saya pun dapat tiba dengan selamat. 
Saya harus menceritakan hal ini karena begitu mudahnya kita dapat melakukan perjalanan dengan pesawat udara, hanya dengan menggunakan fasilitas yang ada di Traveloka.
Hanya beberapa langkah :  Mencari jadwal penerbangan dengan tujuan perjalanan - Transfer Harga Tiket Pesawat - Menerima Ticket Booking
Sejak pengalaman pertama saya dengan menggunakan Traveloka, perjalanan selanjutnya tidak pernah terlewatkan dengan menggunakan fasilitas ini. Daerah tempat tinggal saya yang sangat jauh dari berbagai fasilitas perkotaan pada umumnya, tidak lagi menjadi kendala. Perjalanan menjadi terencana dengan baik, dan sampai saat ini Traveloka tidak pernah mengecewakan. (Ini bukan berita Hoax)  

Jika sobat belum pernah menggunakan fasilitas yang ada di Traveloka ataupun masih ragu dengan layanan ini, saya bisa menyarankan untuk menghilangkan semua keraguan itu. Traveloka adalah perusahaan terpercaya yang begitu memudahkan kita untuk melakukan perjalanan. Traveloka ada dimana-mana, sepanjang daerah kita telah tersedia jaringan seluler yang menyediakan fasilitas internet.
Hanya dengan jari-jemari sobat, perjalanan dengan pesawat udara kemanapun akan sangat mudah. Tidak perlu antri di agen-agen penjualan, ataupun tidak perlu ragu dengan kehabisan Tiket. Traveloka menjadikan semuanya menjadi bisa.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan selamat bagi sobat yang akan merencanakan perjalanan dengan pesawat udara, gunakanlah fasilitas yang memudahkan kita dengan menggunakan Traveloka. Perjalanan anda pasti memuaskan.
Bersama Traveloka Semuanya Menjadi Bisa!!