Suku Mori dikenal sebagai masyarakat atau penduduk Kerajaan Mori yang wilayahnya terletak di pesisir timur Propinsi Sulawesi Tengah, tepatnya disekitar Teluk Tomori atau yang juga lazim disebut Teluk Tolo (diapit oleh jazirah tenggara dan jazirah timur laut pulau Sulawesi). Kerajaan Mori adalah salah satu kerajaan yang berkembang di Indonesia.
Masyarakat Wita Mori atau Suku Mori merupakan kelompok etnik yang cukup besar di Sulawesi Tengah yang saat ini berada dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Morowali. Sejarah terbentuknya Kerajaan Mori pada zaman dahulu ini sama halnya dengan pembentukan kerajaan-kerajaan di Sulawesi pada umumnya yaitu dari kisah kehadiran tokoh luar biasa. Walaupun memiliki corak dan karakter yang berbeda, legenda yang merupakan cikal bakal Kerajaan Mori ini berawal dari penemuan tokoh yang hadir secara luar biasa dan dapat diterima serta ditempatkan untuk memangku jabatan Mokole.
Dari kajian-kajian yang bersumber dari peninggalan leluhur yang didukung dengan kepustakaan yang ada, diketahui bahwa Kerajaan Wita Mori adalah kerajaan persemakmuran yang terdiri dari gabungan Kerajaan-Kerajaan/Wilayah Otonom yang mempunyai pimpinan sendiri-sendiri. Walaupun demikian, bahasa, adat istiadat serta silsilah Raja-Raja/Pemimpin yang pernah menduduki jabatan dapatlah diketahui bahwa mereka berasal dari satu keturunan ratusan tahun yang silam. Ikatan kekeluargaan ini yang merupakan pengikat solidaritas yang mendorong lahirnya kerajaan persemakmuran untuk membangun secara bersama-sama kesejahteraan dan pertahanan secara terpadu dalam menghadapi perang antar suku (Mengayau) dan menghalau ekspansi Kolonial Belanda yang mulai mencampuri urusan perdagangan di Teluk Tomori (Peristiwa Towi, 1948).

Dari beberapa kajian pula, baik yang berbau mitologi atau tokoh legendaris maupun cerita-cerita rakyat (folk tale), kisah Sawerigading turun temurun dikalangan tua-tua Wita Mori dapatlah dikatakan bahwa Kerajaan Wita Mori merupakan pengembangan dari Kerajaan Luwu. Hal ini dipertegas lagi dengan adanya Upeti yang harus dikirimkan setiap tahun kepada Datu Luwu dari beberapa kerajaan Sulawesi Tengah bagian timur, antara lain Kerajaan Bungku, Mori dan Banggai. 
Saat itu, Kerajaan Wita Mori dipimpin oleh seorang Ratu bernama Wedange yang dibantu oleh Karua/Tadulako bernama Kello dan berkedudukan di Wawontuko (Puncak Tongkat). Pada waktu itu Raja Mori Wedange tidak mau menghadiri panggilan Datu Luwu untuk bertemu di Uluanso sehubungan dengan keterlambatan pembayaran upeti dan hanya menyampaikan pesan lewat Karua Kello bahwa “saya lebih baik memilih mati”. Sejak saat itu, Kerajaan Luwu mulai menyerang Kerajaan Mori yang dalam pertempuran sengit berhasil menaklukkan serta menawan Raja Wedange dan keluarganya serta Karua Kello di Palopo.

Sejak saat itu Kerajaan Wita Mori mengalami kekosongan Pemimpin dalam menghadapi serangan Pengayau sampai dengan tampilnya seorang tokoh legendaris, seorang Tadulako dengan gelar Tandu Rumba-Rumba bernama Rorahako. Rorahako mengumpulkan para Tadulako dari setiap anak suku di Wita Mori untuk menghadap datu Luwu memohon agar Raja Wedange dibebaskan agar dapat kembali memimpin Kerajaan Wita Mori, permohonan itu direstui oleh Datu Luwu.  Namun, Wedange yang pada saat itu telah lanjut usia menunjuk anaknya Pangeran Anamba untuk menjadi Raja dengan syarat Kerajaan Wita Mori tidak lagi berkedudukan di Wawontuko, akan tetapi disuatu tempat yang lebih jauh ke pedalaman yaitu satu tempat yang bernama Pa’antoule (Petasia).

Demikianlah dikenal urutan kedudukan Ibu Kota Kerajaan Wita Mori yang sering berpindah tempat, mulai dari Wawontuko, Pa’a Ntoule, Petasia, Matanda’u (Mata Wundula) dengan urutan Raja-Raja sesuai data yang ada sejak di Pa’antoule yaitu : Raja Anamba, Raja Sungkawawo, Raja Lawoliyo, Raja Tosaleko, dan terakhir Raja Marunduh yang gugur dalam pertempuran melawan Ekspedisi Militer Kolonial Belanda, dikenal dengan Perang Wulanderi (Agustus 1907).

Secara kultural, wilayah Kerajaan Mori pada masa lampau diklasifikasikan atas tiga bagian yaitu (1) Mori Atas (Boven Mori) yang merupakan daerah pemukiman orang Mori dibagian barat. Pada bagian utara dan barat laut daerah ini terbentang padang ilalang yang luas, dan pada bagian selatan terbentang deretan pegunungan. (2) Mori Bawah (Beneden Mori) atau yang lebih dikenal dengan Lembo. Wilayah ini terbentang pada bagian timur dan tenggara dari wilayah Mori Atas, merupakan dataran rendah yang luas sehingga disebut Lembo. (3) Pada bagian selatan dari deretan pegunungan itu, yang dikategorikan sebagai bagian ketiga dari wilayah Kerajaan Mori  disebut daerah Danau Malili, atau juga dikenal dengan daerah Nuha. Di daerah ini terdapat tiga danau yaitu Danau Matano, Dana Moholona, dan Danau Towuti, merupakan daerah yang sangat indah dan menawan karena dihiasi gunung-gunung tinggi serta diantaranya terbentang dataran tinggi sampai ke wilayah Nuha. Wilayah Nuha saat ini telah menjadi bagian dari Kabupaten Luwu Timur Propinsi Sulawesi Selatan.

Batas wilayah Kerajaan Mori yaitu bagian utara berbatasan dengan wilayah Kerajaan Poso (sekarang Kabupaten Poso) dan Tojo, bagian barat berbatasan dengan wilayah pemukiman kelompok suku Pasa (Topasa), Lamusa (Tolamusa), dan Palande (Topalande) yang berada dalam dominasi kekuasaan Kerajaan Poso. Pada bagian selatan berbatasan dengan bekas wilayah Kerajaan Luwu (sekarang secara khusus berbatasan dengan wilayah Kabupaten Luwu Timur) dan wilayah Kerajaan Bungku. Pada bagian timur berbatasan dengan Teluk Tomori (Teluk Tolo) dan sebagian dari wilayah Kerajaan Bungku (saat ini menjadi Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali).
Suku Mori tergolong kelompok yang majemuk dan multikultural. Albert C. Kruyt (“Het Lanschap Mori” dalam : Medelingen van Wege het Nederlandsche Zendeling Genootschap, 1895) mengklasifikasikan penduduk Kerajaan Mori dalam dua kategori. Kategori pertama adalah penduduk pribumi, yaitu mereka yang telah lama menetap dan telah menjadi warga Kerajaan Mori. 
Penduduk pribumi ini terbagi lagi menjadi 3 golongan, yaitu : Orang Mori asli, penduduk asli bukan orang Mori (suku-suku lain) yang mendami wilayah kerajaan, dan penduduk suku-suku yang berasal dari daerah lain dan sejak berabad-abad yang lalu melakukan eksodus dan menetap di wilayah Kerajaan Mori. Kategori kedua adalah orang asing. Kategori ini menunjuk pada kelompok kaum yang datang dari luar Mori, bukan dengan tujuan untuk menetap dan menjadi penduduk Mori. Mereka adalah orang-orang yang bermata pencaharian sebagai peramu dan pedagang. Kehadirannya didaerah ini berkaitan dengan perkembangan perdagangan diwilayah Hindia Belanda, khususnya diluar Jawa dan Madura, yang pada waktu itu ada kebijakan pemerintah kolonial membuka kawasan ini menjadi kawasan pergadagangan bebas dan membuka beberapa pelabuhan sebagai pelabuhan bebas pada tahun 1847. Dengan adanya kebijakan perdagangan bebas ini maka terbukalah akses dengan pedagang-pedagang Bugis dan Cina yang terus berdatangan ke wilayah Mori.

Selain berdagang, juga mencari rempah-rempah yang memang sangat banyak dikandung oleh kekayaan alam Wita Mori. Dengan demikian maka terbuka juga peluang transaksi senjata api antara Raja serta para Mokole dengan pedagang-pedagang Bugis dan Cina ini, yang pada awalnya hanya sebagai hadiah dari para pedagang agar supaya mereka dapat diterima serta leluasa melakukan aktifitas niaganya.

Seluruh kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara ini tidak lepas dari peperangan, baik antar suku/kerajaan maupun perang melawan Kolonial Belanda yang ingin menguasai serta menjajah Bangsa Indonesia. Demikian pula dengan Kerajaan Mori, walaupun hanya kerajaan kecil namun tercatat pula sejarah yang mengisahkan tentang peperangan antar suku/kerajaan dan peperangan melawan Kolonial Belanda.

Sejak tahun 1670, Kerajaan Mori telah berupaya untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya dari Kerajaan-Kerajaan lain yang ingin merampas serta menduduki Kerajaan Mori. Diantaranya, perang melawan Kerajaan Luwu yang saat itu mengalami kekalahan bahkan Ratu Wedange pemimpin pertama Kerajaan Mori sempat menjadi tawanan politik Kerajaan Luwu. Selanjutnya perang melawan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1856 yang dikenal dengan Perang Mori Pertama (Perang Ensaondau), dipimpin oleh Raja Tosaleko yang pada saat itu telah mulai dapat menghimpun kekuatan setelah beberapa kali melakukan pembenahan dari struktur pemerintahan sebelumnya yang dianggap kurang memuaskan dalam mengurus kegiatan pemerintahan serta pertahanan keamanan kerajaan. Dalam perang Ensaondau tersebut, Belanda berhasil merebut dan mengibarkan benderanya di Benteng Ensaondau. Pasukan Belanda berhasil menduduki Tompira dan Benteng Ensaondau, membakar permukiman di Patongoa dan Wawontuko. Namun, ekspedisi pasukan Belanda ini dianggap kurang memuaskan karena telah banyak menelan korban dari pasukan militer serta mengeluarkan anggaran yang sangat besar, dan nyatanya Kerajaan Mori tetap berjaya menjadi satu kerajaan merdeka dan berdaulat penuh. 

Perang besar lainnya, yaitu Perang Mori Kedua (Perang Wulanderi) yang dipimpin oleh Raja Marunduh (Datu ri Tana) pada bulan Agustus 1907. Perang ini berakhir dengan kematian Raja Marunduh Datu ri Tana setelah mendapat serangan dari pasukan Marsose di Benteng Wulanderi. Kematian Raja Mori ini menimbulkan duka yang teramat dalam bagi rakyat Mori. Hal ini menjadi titik terlemah bagi perjuangan rakyat Mori dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya. Rakyat Mori dirundung duka dan berkabung sehingga sangat sulit untuk kembali membangkitkan semangat untuk meneruskan perlawanan. Pada akhirnya atas kesepakatan bersama para Mokole dan Tadulako, seluruh daerah pertahanan mengibarkan bendera putih sebagai tanda pernyataan menyerah. Dengan demikian pasukan ekspedisi Belanda menyataka bahwa seluruh wilayah Kerajaan Mori telah berhasil ditaklukkan dan dikuasai pada 20 Agustus 1907.
Sejak diterbitkannya Undang-Undang RI Nomor 52 Tahun 1999, seluruh wilayah permukiman penduduk Suku Mori kini berada dalam Wilayah Pemerintah Kabupaten Morowali (hasil pemekaran wilayah Kabupaten Poso), yang terpusat di 7 Kecamatan dari 16 Kecamatan yang ada, yaitu : (1) Kecamatan Mori Atas (kedudukan pemerintahan di Tomata), (2) Kecamatan Mori Utara (kedudukan pemerintahan di Mayumba), (3) Kecamatan Lembo (kedudukan pemerintahan di Beteleme), (4) Kecamatan Lembo Raya (kedudukan pemerintahan di Petumbea), (5) Kecamatan Petasia (kedudukan pemerintahan di Kolonodale), (6) Kecamatan Petasia Timur (kedudukan pemerintahan di Bungintimbe), Kecamatan Soyo Jaya (kedudukan pemerintahan di Lembah Sumara).
Elbert Bandau | Saya membuat Postingan tentang sejarah singkat Kerajaan Mori ini bertujuan untuk lebih memperkenalkan ke dunia luar, bahwa walaupun hanya Kerajaan kecil namun ikut berperan dalam perjuangan melawan Pemerintah Kolonial Belanda. Hal ini juga untuk menambah pengetahuan bagi anak-anak Mori yang mungkin belum terlalu mengenal asal-usul Suku Mori.
Tulisan ini bersumber dari : Edward L. Poelinggomang, 2008, Kerajaan Mori dan Sejarah Perlawanan Rakyat Wita Mori Menentang Penjajah Kolonial Belanda Tahun 1856 – 1907 (yang disusun untuk disahkan pada Seminar HPKWM Tahun 1992).
Hal ini terjadi setelah saya mengganti template blog, dan mulai saat itu kode error tersebut muncul terus-menerus. Setelah bolak-balik tanya mbah Google, akhirnya saya mendapat solusinya.
  

Jika sobat blogger pernah mengalami masalah ini, langsung saja sobat bloger cari file .js di sidebar seperti gambar di bawah ini :

Cari di setiap sidebar pada widget yang sobat gunakan. Jjika susah carinya coba sobat tekan CTRL+F kemudian ketikan .js
Kalau sudah ketemu, sebaiknya sobat menghapus sidebar yang da file tersebut.
Nah sampai disitu mungkin sobat sudah bisa mengatasinya, namun jika file berformat .js di sidebar tidak ada, coba sobat klik template pada dashboar (kode lingkar merah) lalu klik HTML (juga kode lingkar merah) seperti di bawah ini :
Kalau sudah, sekarang tinggal cari file yang berformat .js caranya tekan CTRL+F ketikan kata ini .js (Gambar 1) biasanya file ini da di CSS Jquery (Gambar 2) jadi sebaiknya sobat cari di bawah file seperti ini :
 (Gambar 1)

(Gambar 2)

Lanjutkan pencariannya sampai sobat menemukan file .js yang error.
Kalau sobat sudah menemukan file .js yang eror sebaiknya sobat ganti dengan file tentang .js yang sama.

Demikian sedikit penjelasannya, semoga trik ini bermanfaat dan Blog sobat kembali seperti apa yang diharapkan.
 


Buat para blogger dan semua pengguna internet yang sudah sempat nyasar di blog ini, yang mungkin merasa tidak nyaman dan tidak mendapat apa yang ingin dicari, saya menyampaikan permohonan maaf.
Hal ini tidak lain oleh karena blog saya masih baru dan sedang dalam tahap penyelesaian.....

Semoga dimaklumi, dan nantinya bisa kembali berkunjung jika blog ini selesai dibuat....

Terima kasih
Kurang lebih 4 tahun yang lalu, saya pernah membuat blog. Tetapi karena keterbatasan koneksi di daerah saya sehingga semuanya berantakan....wuuuah

Kali ini, kembali saya mencoba untuk membangun blog baru, semoga bisa bermanfaat untuk semua penduduk tanah air.

Selamat berkenalan, berkawan, saling melengkapi satu dengan yang lain untuk kemajuan bersama.....